Tuesday, February 7, 2012

Pelajaran Mangrove

Semalam begadang lagi. Hingga subuh mataku sangat berat terbuka. Rasanya aku ingin menikmati tidur sepuasnya. Tapi harus bangun, dan bersiap-siap ke Hotel Sahid. Aku ikut training Ekological Mangrove Restoration , dan hari ini akan ada kuliah lapang dari Roy Robin Lewis. Nama yang sering kutemukan, jadi referensi pada tulisan-tulisan tentang mangrove. Aku harus ikut, dan tak mau ketinggalan bis. Rugi jika tak ikut, walau panitia tak mengharuskan peserta untuk ikut. Hal lain yang menggerakkanku, aku suka mendatangi daerah yang belum pernah kuinjak. Dan tentu saja Tana Keke yang akan kami datangi, hanya sering kudengar dari kawan-kawanku di RCL Lemsa.
Agak telat berangkatnya, walau kemarin sudah di wanti-wanti oleh panitia. Harus berangkat pagi-pagi, biar cepat pulang. Lewat jam 12.00 siang ombak cukup tinggi, jadi harus meninggalkan pulau tersebut sebelum waktu itu.
Sejam di bus membuatku sempat terlelap. Lumayanlah untuk energy tambahan pagi ini, aku bahkan tak sempat sarapan atau meneguk air putih. Sebuah perahu berukuran sedang membawa kami meninggalkan dermaga Takalar lama. Pulaunya lumayan jauh, walau masih bisa terlihat. Butuh waktu sejam untuk sampai ke Tana Keke. Ini kali ketiga aku mendatangi sebuah pulau, yang pertama pulau kulambing di Pangkep, dulu ketika aku dan hera melakukan investigasi terkait pencemaran Tonasa. Kedua ke Pulau Panikiang minggu lalu, melakukan assessment kelompok di desa Madello. Pulau Panikiang termasuk bagian dari desa tersebut, dan sungguh aku masih ingin berkunjung ke tempat itu. Aku telah menuliskan cerita tentang Panikiang untuk media milik OXFAM GB. Tana Keke, tana dalam bahasa bugis adalah Tanah sedangkan keke artinya ketawa. Mungkinkah didesa tersebut, aku bisa terus tertawa,hehehe… angin sangat lembut membelaiku, karena masih pagi, ombak masih sangat bersahabat. Hanya riak-riak kecil yang akan mengingatkan kita pada ayunan bunda pada masa kecil. Membuat matamu ingin terlelap. Aku berusaha melawan kantuk, memperhatikan laut lepas.
Untung UU No.27 tahun 2007 tentang HP3 di yudisial review oleh Mahkamah Konstitusi, tak bisa terbayangkan jika laut pun harus dipetak-petakkan oleh pengusaha, sementara rakyat kecil harus semakin miskin karena tak punya akses. Aku mengingat dibeberapa daerah yang kukunjungi masyarakat masih sangat mengagungkan laut sebagai daerah open acces. Siapapun mempunyai hak yang sama untuk memanfaatkannya. Beda dengan makassar, lautnya telah dibagi-bagi, dipetak-petak kemudian ditimbungi. Dan lihatlah disana, bangunan-bangunan megah ala metropolis berdiri angkuh, menghadapi pemukiman kumuh di Mariso. Pencari kerang Mariso kehilangan akses, area tangkap mereka semakin berkurang. Atau di depan benteng rotterdam yang juga mengalami reklamasi, sebuah resto besar berdiri disana. Lain pula dengan pantai buloa yang juga akan mengalami nasib serupa.
Ada juga UU baru yang sementara digodok, dan aku berdoa semoga tak akan disahkan. Rancangan Undang-Undang Pengadaan Tanah, jadi dengan adanya UU tersebut pemerintah atau swasta bisa mengambil alih hak kepemilikan rakyat dengan dalih kepentingan umum, walau tak tahu banyak tentang RUU tersebut, aku yakin tak akan berpihak ke rakyat kecil. Pemilik tanah berkewajiban melepas tanahnya untuk kepentingan pembangunan. Penolakan tak akan membuat pembangunan terhenti. Ganti rugi akan dititip di pengadilan.
Ada tiga kapal yang membawa kami ke pulau itu. Dua gadis pulau tersebut yang juga ikut pelatihan bersamaku dikapal ini. Katanya kami harus pindah kapal nantinya, karena kapal ini tak bisa sampai ke desa. Dari kejauhan mulai tampak botol-botol bekas mengapung teratur. Namun, terlihat seperti sampah yang mengganggu pantai. Pada beberapa titik yang juga teratur berdiri tonggak-tonggak. Itu bentangan rumput laut, masyarakat pulau ini juga bertani rumput laut. Aku terus melihat kebawah, memperhatikan bentangan rumput laut itu, sejak di pitusunggu, aku sangat ingin melihat langsung bentangan rumput laut, namun belum pernah ada waktu untuk melihatnya.
Hutan mangrove cukup lebat mengelilingi pulau tersebut. Beberapa perahu berukuran kecil telah menunggu. Perahu-perahu itu akan membawa kami ke desa. 3- 4 orang satu perahu, muatannya tak boleh lebih dari itu. Perahu ini mengingatkanku pada perahu-perahu di sengkang yang sering kugunakan jika banjir bertandang. Sebenarnya air tak terlalu dalam, hanya lumpurnya yang lumayan membuat kita tak akan bisa berjalan. Masyarakat harus menggunakan perahu kecil untuk sampai kedesa. Melewati lorong-lorong kecil yang diapit mangrove. Kami langsung ke lokasi mangrovenya.
Dulunya daerah yang direstorasi merupakan tambak-tambak terlantar. Masyarakat tak lagi memanfaatkannya, karena produksi yang berkurang, lagipula mereka menemukan alternative lain, bertani rumput laut, dan hasilnya lebih menjanjikan. Tambak pernah sukses di Sulawesi Selatan, dan hal tersebut pula yang mengambil alih lahan-lahan mangrove, juga pada beberapa provinsi lainnya. Tambak kini menyisakan banyak utang menurut Riza Damanik, sekarang menjabat sebagai Direktur KIARA pada salah satu tulisannya sejak tahun 1987 sampai 2013 mendatang, utang Indonesia untuk kegiatan pertambakan setiap tahunnya rata-rata sebesar Rp 41 triliyun. Konsekuensi yang dirasakan masyarakat adalah berkurangnya lahan mangrove di Indonesia. Saat ini hutan mangrove di Indonesia kurang lebih 1,9 juta hektar. Dampaknya pun di rasakan masyarakat. Bencana-bencana di daerah pesisir kerap terjadi. Abrasi pantai menyebabkan sebagian masyarakat harus kehilangan tempat tinggal mereka. Peningkatan muka air laut juga akan menyebabkan hilangnya beberapa pulau kecil di Indonesia.
Mangrove merupakan tanaman yang sangat bermanfaat tidak hanya bagi masyarakat pesisir tapi oleh seluruh masyarakat. Di hutan mangrove perputaran rantai makanan berjalan terus, keberlangsungan berbagai spesies hewan laut bermula dari tempat ini. Ikan memijah, udang, kepiting, dan berbagai lainnya, belum lagi manfaatnya untuk manusia. Bahkan mangrove berfungsi memecah ombak. Pada daerah yang mempunyai hutan mangrove yang lebat ancaman tsunami bisa diminimalisir. Mangrove mempunyai peran penting terhadap pengurangan panas bumi dengan kemampuannya untuk menyerap karbon.
Mangrove sangat dipengaruhi pasang surut air laut, juga oleh topografi, dan hidrologi. Pada bekas tambak tersebut, bedengan-bedengannya ada yang dibuka. Agar air laut bisa masuk, dan mangrove bisa tumbuh didalammnya. Lewis mengatakan jika mangrove bisa ditumbuhkan dengan sendirinya oleh alam, dan manusia harus belajar pada alam bagaimana pola-polanya.
Berbagai upaya rehabilitasi mangrove lewat penanaman mangrove sangat sedikit yang berhasil. Manusia hanya menanam dan tak memperhatikan kondisi alamnya. Milyaran dana habis untuk ini. Kepala desa Bodie, usai sosialisasi program RCL kemarin bercerita, jika desa Bodie pernah mendapat bantuan 3000 bibit dari dinas kehutanan, namun yang bertahan hidup hanya ada 100 pohon. Ada 2900 bibit yang harus tereleminasi. Program-program yang ada hanya pada proses penyediaan bibit dan menanam, namun upaya membuat bibit itu bertahan hidup itu tak dilakukan.
Kami juga melihat lahan percontohan yang tak luas. Areanya dibatasi oleh tali nilon, tak cukup luas, hanya ada 20an bibit mangrove yang ditanam, dan semuanya masih hidup. Lewis banyak memperlihatkan pola-pola tanaman mangrove, bagaimana di daerah yang agak dalam bibit mangrove hampir tak ditemukan, sementara di bagian lain tak jarang kita menemukan bibit-bibit mangrove yang tumbuh sendiri, juga bagaimana mangrove bisa tumbuh sejajar dan teratur di tepian aliran air. Bukaan-bukaan kecil tak mempunyai sirkulasi air yang lancar, hingga yang terjadi malah sedimentasi, sementara pada bukaan bedengan yang agak lebar, air dengan mudah keluar masuk.
Perjalanan hari ini cukup melelahkan, pakaian yang belepotan pasir, kaki yang terendam lumpur tiram dan kerang yang sesekali memberi kejutan kecil pada telapak kakiku. Matahari yang bersinar cerah, membakar dan memerihkan kulit. Sun block tak berhasil menjaga kulit untuk tak sedikit memerah.
Lebih dari itu hari ini aku berwisata kuliner, mulai dari kepiting, udang,, berbagai jenis kerang-kerangan, ikan bakar, rumput laut segar dan sayuran khas Tanakeke yang baru dilidahku. Lapar dan haus membuat semua peserta menyantap makanan dengan lahap. Semua hendak dicoba, hasil laut yang segar dan bergizi, walau membuatku berpikir seribu kali untuk mencicipi cumi dan kepitingnya. Kolestrolnya cukup tinggi, dan bisa menegangkan urat leherku. Semoga baik-baik saja, aku mencicipi secukupnya untuk menjaga tubuhku baik-baik saja, walau enaknya membuatku masih ngiler dan ingin tambah.
Hari ini sangat indah, walau ombak dalam perjalanan pulang membuatku minta ampun, tinggi dan kencang, hingga percikan ombak dan ayunan kapalnya membuat tangan harus berpegang kuat disisi perahu. Terima kasih untuk perjalanan hari ini, dan aku belum kapok memulai perjalanan lain.

22;36
berteman Bintang Indrianto “pulihkan bumi kita, jaga dan cintailah…Pulihkan Indonesia”
19 juli 2011