Thursday, September 13, 2012

Karena tak bisa baca tulis


Namanya Dg.Nali, tapi kami tak pernah menyebut nama itu. Kami memanggilnya Mache, kalau mencarinya kami menyebut Mamanya Sudding. Mereka sekeluarga tinggal di belakang BTN Asal mula. Dulu tempat itu adalah rawa-rawa yang sangat hijau, tapi sekarang pelan-pelan telah dibangun menjadi perumahan. Rumahnya tentu tak seperti yang lain, rumah panggung sederhana yang tinggi tiangnya tak lebih dari semester diatas tanah.
Jum’at sore minggu lalu kami berkumpul di pinggir danau UNHAS. Saya, Ibhe, Taufik, Anca, Gina, Tamy, Kak Tenry dan Aliph. Berbincang lepas karena lama tak bertemu sejak lebaran. Taufik bercerita kalau ia pernah ke Sekolah KAMI. ada masalah dengan Dg.Gassing, suami Dg.Nali. motor yang mereka cicil 21 bulan lalu diambil paksa oleh perusahaan financenya. Ponakannya menngendarai motor itu, dan diambil ditengah jalan. Katanya sudah 10 bulan nunggak.  Bukan hanya Dg.Gassing, keluarganya Bagas juga jadi korban penipuan. Motornya juga sementara dicari oleh collector finance.
Kami mendengar cerita Dg.Nali, akhir 2010 keluarga itu mengeluarkan motor Honda. Ponakannya Rahman, menunjukkan seorang keluarganya, tempat ia mengambil motor. Namanya Sulkifli, bekerja sebagai buruh di pelabuhan. Karena mereka tak punya kartu keluarga dan KTP tentu tak bisa melakukannya sendiri, apalagi dengan kondisi rumah yang sangat sederhana. Tentu, tak akan lolos verifikasi finance. Motor itu atas nama Sulkifli, tagihan motor ia minta setiap bulan. Mace tak pernah telat membayarnya, karena takut motornya bermasalah. Selalu pula dia mengingatkan Sulkifli agar tak membodoh-bodohinya.
Mache membayar 560.000 setiap bulan, itu dikumpulkan dari hasil memulung sekeluarga. Mace, Pace, nenek, Sudding, Sultan dan Rahul. Sesekali uang yang mereka kumpulkan tak cukup, sehingga harus mencari pinjaman lain. Motor itu satu-satunya harta berharga dalam rumah itu. Dikumpulkan dari kerja keras sepanjang hari, berkeliling UNHAS dan perumahan untuk mengumpulkan botol-botol dan gelas air kemasan.
Aku melihat bukti-bukti pembayarannya Bersama Anca, Taufik dan Ibhe. 10 tanda bukti masih berasal dari finance, tapi setelah itu bukti yang diberikan ke Dg.Nali adalah fotocopian dari pembayaran ke 10. Tak ada yang beda, begitu terus setiap bulan.
Dg.nali dan Dg.Gassing tak bisa baca tulis, dan mereka baru memeperlihatkan bukti itu setelah motornya ditarik. Mace sama sekali tak paham, bahkan juga tak tahu nama finance tempatnya mengeluarkan motor.
Semua berdasarkan kepercayaan. Kepercayaan Mache pada Sulkifli. Sebenarnya Syamsuddin anak tertua sudah lancar baca tulis, bahkan pernah menginjak bangku sekolah. Syamsuddin mengaku tak pernah melihat bukti pembayaran itu. Mace menyimpannya sendiri, ia sangat percaya pada SUlkifli.
Kami menemani Mache ke LBH, disana mungkin  mendapat harapan agar hak mereka bisa kembali.  
Kali ini mereka belajar, bahwa baca tulis demikian penting. Mereka kehilangan kerja keras selama 10 bulan, hanya karena tak bisa membaca bukti kertas yang diberikan Sulkifli. 

akhirnya ada waktu untuk berbagi cerita
Semangat kawan, langkah kita tak akan berhenti disini
14 September 2012