Namanya Dg.Nali,
tapi kami tak pernah menyebut nama itu. Kami memanggilnya Mache, kalau
mencarinya kami menyebut Mamanya Sudding. Mereka sekeluarga tinggal di belakang
BTN Asal mula. Dulu tempat itu adalah rawa-rawa yang sangat hijau, tapi
sekarang pelan-pelan telah dibangun menjadi perumahan. Rumahnya tentu tak
seperti yang lain, rumah panggung sederhana yang tinggi tiangnya tak lebih dari
semester diatas tanah.
Jum’at
sore minggu lalu kami berkumpul di pinggir danau UNHAS. Saya, Ibhe, Taufik,
Anca, Gina, Tamy, Kak Tenry dan Aliph. Berbincang lepas karena lama tak bertemu
sejak lebaran. Taufik bercerita kalau ia pernah ke Sekolah KAMI. ada masalah
dengan Dg.Gassing, suami Dg.Nali. motor yang mereka cicil 21 bulan lalu diambil
paksa oleh perusahaan financenya. Ponakannya menngendarai motor itu, dan
diambil ditengah jalan. Katanya sudah 10 bulan nunggak. Bukan hanya Dg.Gassing, keluarganya Bagas juga
jadi korban penipuan. Motornya juga sementara dicari oleh collector finance.
Kami mendengar
cerita Dg.Nali, akhir 2010 keluarga itu mengeluarkan motor Honda. Ponakannya
Rahman, menunjukkan seorang keluarganya, tempat ia mengambil motor. Namanya
Sulkifli, bekerja sebagai buruh di pelabuhan. Karena mereka tak punya kartu
keluarga dan KTP tentu tak bisa melakukannya sendiri, apalagi dengan kondisi
rumah yang sangat sederhana. Tentu, tak akan lolos verifikasi finance. Motor itu
atas nama Sulkifli, tagihan motor ia minta setiap bulan. Mace tak pernah telat
membayarnya, karena takut motornya bermasalah. Selalu pula dia mengingatkan
Sulkifli agar tak membodoh-bodohinya.
Mache
membayar 560.000 setiap bulan, itu dikumpulkan dari hasil memulung sekeluarga.
Mace, Pace, nenek, Sudding, Sultan dan Rahul. Sesekali uang yang mereka
kumpulkan tak cukup, sehingga harus mencari pinjaman lain. Motor itu
satu-satunya harta berharga dalam rumah itu. Dikumpulkan dari kerja keras
sepanjang hari, berkeliling UNHAS dan perumahan untuk mengumpulkan botol-botol
dan gelas air kemasan.
Aku melihat
bukti-bukti pembayarannya Bersama Anca, Taufik dan Ibhe. 10 tanda bukti masih
berasal dari finance, tapi setelah itu bukti yang diberikan ke Dg.Nali adalah
fotocopian dari pembayaran ke 10. Tak ada yang beda, begitu terus setiap bulan.
Dg.nali
dan Dg.Gassing tak bisa baca tulis, dan mereka baru memeperlihatkan bukti itu
setelah motornya ditarik. Mace sama sekali tak paham, bahkan juga tak tahu nama
finance tempatnya mengeluarkan motor.
Semua berdasarkan
kepercayaan. Kepercayaan Mache pada Sulkifli. Sebenarnya Syamsuddin anak tertua
sudah lancar baca tulis, bahkan pernah menginjak bangku sekolah. Syamsuddin
mengaku tak pernah melihat bukti pembayaran itu. Mace menyimpannya sendiri, ia
sangat percaya pada SUlkifli.
Kami menemani
Mache ke LBH, disana mungkin mendapat
harapan agar hak mereka bisa kembali.
Kali ini
mereka belajar, bahwa baca tulis demikian penting. Mereka kehilangan kerja
keras selama 10 bulan, hanya karena tak bisa membaca bukti kertas yang
diberikan Sulkifli.
akhirnya ada waktu untuk berbagi cerita
Semangat kawan, langkah kita tak akan berhenti disini
14 September 2012