Sunday, July 29, 2007

jengkel.........

berita banjir dan longsor menghiasi berita-berita beberapa hari ini. banyak korban yang berjatuhan, bukan hanya di sulsel tapi juga daerah lain. aku malas dan bergerak menekan tombol off TV. teman-temanku keheranan, aku yang biasanya suka nonton TV pagi2, jadi malas ngga karuan.
aku jengkel banget....ma siapa lagi kalo bukan pada pemerintah. gimana ngga, dulu hanya daerah-daerah tertentu yang rawan banjir, taruhlah makassar, jakarta, juga kampung ku sendiri. sekarang...sidrap yang dulu aku ngga pernah dengar ada banjir, kemarin juga kena kiriman banjir, begitu juga di siwa dan beberapa daerah lainnya.
berbicara makassar CAKA lagi buat catatan khusus yang temanya ngga jauh beda, hanya kita melihatnya dari banyaknya pembangunan yang dilakukan pemerintah dan ngga memperhatikan dampak lingkungannya. gedung-gedung tingkat tinggi terus bertambah, mall semakin banyak. hingga tamalanrea yang area pendidikan pun mulai dijadikan lahan bisnis. ngga tau gimana nantinya kalo area pendidikan dekat dengan pusat perbelanjaan. mahasiswa kaya'nya akan lebih banyak milih mall kebanding kuliah.
tau deh...aku kok makin hari makin jengkel ama pemerintah...

Thursday, July 26, 2007

(tunggu) banjir lagi...

25 juli 2007
aku sangat senang ketika pulang ke sengkang, banjir yang melanda kampungku mulai surut. halaman rumah mulai mengering. telah dua hari bunda dan adekku memulai kerjaannya menenung helai demi helai benang menjadi sarung yang indah. sebulan lebih mereka tak bekerja, hidup seadanya tanpa ada pemasukan sedikitpun.
adikku senang, ia bisa kembali mengumpulkan uang untuk biaya sekolahnya nanti. dua tahun lalu adekku keluar dari sekolah karena bunda tak mampu lagi membiayai sekolahnya. bulan 12 nanti adekku mau ikut paket C katanya agar ia bisa memiliki ijasah SMU dan bisa belajar kembali.
aku tak punya banyak waktu untuk mendengar ceritanya. setelah cape semalam naik bus dari makassar aku harus kembali lagi. aku belum menyelesaikan tetek bengek perkuliahanku lagi setelah aku cuti kemarin.
bagian belakang kempungku masih terendam air. di jalan-jalan desa yang lebih tinggi nampak tumpukan kayu, kandang ayam dan barang lainnya. air agak kecoklatan namun sedikit keruh, tak layak untuk di konsumsi, namun masyarakat tetap menggunakannya. semua masyarakat menggunakan air tersebut untuk konsumsi rumah tangga mereka.
meneydihkan sekali. kondisi seperti ini selalu terjadi hampir setiap tahun.
"air kembali neik" kata adekku pagi itu.
dalam perjalanan pulang ke makassar, aku menyaksikan kejadian menyedihkan di daerah tanru tedong sidrap. air menggenang di halaman rumah, sawah, sekolah, masjid, hampir satsatu kecamatan terendam banjir bercampur lumpur. masyarakat meratapi kesedihannya disisi jalan raya. banyak sekali kerusakan yang terjadi. aku sendiri tak habis pikir. jam 12 tadi malam aku lewat daerah ini namun tak ada kejadian apa-apa. hujan juga tak turun subuh tadi.
"air ini dari mana ya...."aku terus bertanya-tanya sendirian.
sedih...aku sangat takut, debit air danau tempe akan bertambah lagi. rumahku akan terendam air, dan orang tuaku tak bisa lagi melanjutkan kerjanya. banyak orang yang menderita.
aku juga tak habis pikir kok pemerintah dengan mudahnya memberi izin pada perusahaan-perusahaan asing untuk mengeksplotasi kekayaan alam yang ada di negeri ini. aku ngebayangin gimana kalo nanti palopo dan toraja telah resmi jadi tambang emas. banjir mungkin akan lebih parah...
ntah ada dimana nurani pemegang kekuasaan, tidakkah mereka tergerak hatinya melihat penderitaan rakyat yang tak ada habis-habisnya.
siapa yang bertanggung jawab dan harus disalahkan.
apakah alam yang terus mencari keseimbangannya, ataou pemerintah yang tak becus mengurus rakyatnya, ataukah ada faktor lain??????????///

Monday, July 9, 2007

catatan: Renungan Hari Lingkungan Hidup

Jarum itu terus bergerak, dengan irama yang sama. Ia terus berjalan hingga angka 8 mendekat. Tempat itu sangat ramai. Pertama kali kulihat wajah barunya. Setalah sekian lama tak menyapanya ketika gerah semakin menggila. Dulu ia tak seperti ini. sekarang jauh berbeda. semakin cantik. Orang-orang sangat menyukainya. Namun sayang aku lebih meyukainya sebelum segala perhiasan itu ia kenakan.
Wajahnya penuh polesan. Ia sangat bercahaya di bawah temaram lampu malam ini. yang tersisa hanya suara-suara sumbang yang sibuk berkeliling. Alunan itu tak tertaur. Mungkin tak lama lagi ia pun akan berganti dengan suara-suara yang telah terlatih.
Aku teringat seorang teman. Ia pernah berkata kalo tempat ini tak lagi indah. Kita hanya akan mendapati sekian banyak manusia yang berseliweran. Losari telah dibangun menjadi ruang publik. Segalanya pun disiapkan. Tempat duduk, dan sebuah tugu yang sedah sering kutemukan di depan kampusku. Fasilitas tempat ini terus dibenahi. Tak lama lagi ia akan kehilangan fungsi. Keindahannya semakin memudar. Ibarat seorang gadis wajahnya mulai menua dan ia harus menggunakan sekian produk kecantikan agar masih ada manusia yang meliriknya. Seperti ketika manusia terpengaruh dengan iklan sabun pemutih atau baju model terbaru. Seperti itu pula kehadirannya sekarang.
Angka delapan telah lewat namun belum seorangpun dari Walhi yang datang. Budaya jam karet belum bisa hilang. Hanya ada kami berdua. Mengelilingi anjungan hingga aku mengajak ilda turun kebawah. Ia tak mau dan terus mematung disana. aku berjalan sendirian. Khayalku pun ikut berjalan. Gadis yang kutemani cukup berani namun untuk mendekat ke laut ia tak mau .
Ia jauh dari pinggir. Lama baru teringat ia takut pada laut. Tsunami kemarin mebuatnya terpukul. Semua orang pasti merasakannya. Apakah tsunami hukuman dari Tuhan. Aku tau...Tuhan terlalu baik pada kita. Ia tak marah sekalipun sekian masalah terus kita torehkan dalam buku hitamnya. Sekecil apapun kejahatan atau kebaikan yang kita tulis semuanya akan diperhitungkan namun tidak hari ini.
Tuhan tak marah. Alam hanya mencari keseimbangannya. Bukankah alam tak jauh berbeda dengan kita. Tenaga yang dikuras terus menerus akan menghasilkan kelelahan yang menyakitkan. Seperti manusia alam sedang sakit. Seluruh sendi-sendi tubuhnya terluka dan ia tak dapat berjalan dengan baik. Tubuh itu kesakitan dan kelelahan. Ia butuh istirahat. Butuh suplemen agar tenaganya pulih kembali.
Semakin bertambah penikmat pantai. Aku menyukai nyanyian ombak, namun sekarang terganti dengan teriakan-teriakan dari café yang berjejeran di tempat ini. juga ratusan manusia yang subuk bercengkrama, siara pedagang asingan yang sibuk mencari pembeli, kendaraan yang lalu lalang tanpa henti, nyanyian pengitar jalanan yang kadang kala menjengkelkan. Aku tau mereka hanya mencari hidupnya. Tapi toh tak semua orang pemilik segala yang bisa membeli apa saja.
Kami bertanya pada orang-orang yang berkumpul rame-rame, siapa tau mereka pengundang kami malam ini. undangan renungan itu datang sore tadi. Terlambat. Seharusnya panggilan itu datang sejak kemarin hingga undangan yang dititip bisa sampai ke empunya.
3 jam kedepan, hari kelima juni akan menyapa. Hari yang di peringati sebagai hari lingkungan hidup. Esok akan ada sekian aksi dari mereka yang mencintai lingkungan ini.
Apa kabar lingkunganku. Masihkah engkau sehat negeriku. Lukamu semakin besar. Kebocoran di ozon semakin melebar. Menurut data sebesar Asia. Lumayan besar. Aku jadi sadar, itulah penyebab cuaca yang tak menetu akhir-akhir ini. tak lagi kunikmati udara yang sejuk, hembusan angin yang membelaiku hingga tertidur.
Ntah berapa lama bumi mampu bertahan dengan sakitnya. Usaha untuk memulihkan penyakit itu sepertinya tak ada. Pemerintah sebagai penanggungjawab tertinggi malah berleha-leha dan menganggap semuanya baik-baik saja. Eksploitasi terjadi dimana-dimana. Sekian ribu hektar hutan harus hilang. Bahkan hutan lingungpun bisa menjadi areal pertambangan. Udara, air, tanah yang subur semuanya saling berkait. Tanpa hutan apa yang bisa kita lakukan. Semuanya berasal dari hutan. Hutan yang menyumpan air dalam akar-akarnya hingga manusia mampu merndapatkan air minum setiap harinya. hutan pula yang elah menghirup CO2 sisa –sisa asap kendaraan manusia, hingga racun itu tak menghabiskan hidup manusia.
Keselamatan bumi tak seharusnya hanya diingat pada peringatan hari lingkungan hidup. Manusia harus menyelamatkan bumi untuk hidupnya sendiri.
Sebagaimana ibu, bumi telah mengerahkan semua energinya intuk anak-anaknya.
Sebagaimana ibu bumi terus memberi miliknya tanpa ia pernah meminta. Luka yang ia sandang tak pula membuatnya mengemis agar kita mengobatinya. Manusia adalah anak-anak yang tak berbakti. Kita semua adalah tikus. Yang menggerayangi apa saja yang ada tanpa pernah berpikir tentang orang lain. Tikus mengambil apapun untuk kesenangan dirinya.
Ibu....
Ibu....
Ibu...anak-anakmu adalah anak-anak yang durhaka.
Rintihanmu tak membuat mereka bergeming. Ia akan sadar setelah engkau pergi dan mereka tak mampu menyuapi dirinya sendiri.

banjir

Belum lupa aku akan banjir kemarin, beberapa nyawa melayang. Air tumpah ruah mengenangi desa...dan kecamatan yang ada di Wajo. Sekian banyak kerugian yang harus diderita, rumah yang rusak , tanaman yang tak sempat dinikmati hasil panennya.
Rumahku terletak dipinggir danau tempe. Danau yang dulu sangat aku banggakan dengan hasil ikannya yang bisa memenuhi kebutuhan masyarakat sulsel dan bahkan indonesia. Juga panen kedelai setiap tahunnya bersama keluargaku. Aku sangat suka ketika airnya dalam kondisi normal masyarakat akan menanami kedelai, jagung, padi dan tanamam palawija lainnya. Juga tentang rumah terapung yang sangat indah sambil menikmati matahari senja diatas perahu.........
Aku sangat suka mendayung bersama beberapa temanku, walau tak pernah berani pergi jauh. Aku tau siapapun akan suka danau ini. ”bungka toddo” yang menghijau seperti pulau-pulau kecil tempat ikan beranak pinak, semuanya milik nelayan dan sekali mereka panen ikan dapat menghasilkan uang hingga ratusan juta.
Tapi itu dulu....dan semuanya mulai menghilang hingga aku hanya bisa mengenangnya. Saat aku kembali lebaran kemarin, aku hanya bisa menghadirkan keindahan danau dalam alam khayalku. Aku hanya bisa menatap lesu pada tanah yang merekah kekeringan setiap harinya, menikmati debu bercampur udara. Tak ada lagi tangkapan ikan yang banyak dan bisa dijual kedaerah lain, karena kebutuhan sendiripun mulai susah terpenuhi hingga harganya harus melonjak naik, membuat masyarakat semakin susah menikmati makanan yang banyak mengandung protein itu. Kami juga harus kesusahan untuk mencari air yang layak minum. Beberapa masyarakat yang tak mampu membeli air PAM harus berjalan sekian jauh untuk mendapatkan seember air yang pun keruh bercampur lumpur.
Iya...kemarau saat itu sedang melanda, bukan hanya makassar tapi hampir semua daerah di indonesia, padahal kemarin aku sangat merindukan rindu untuk pulang, karena berharap akan mendapatkan air yang cukup untuk mandi.
hujan datang membasahi bumiku, tapi aku pun takut banjir akan memperparah kesakitan bangsa. Ntah ...doa berharap hujan atau tetap dengan kemarau...tak jauh berbeda karena aku tau masyarakat Wajo akan tetap dalam derita. Mereka akan kesusahan , tak mampu menanam padi, palawija, juga tak mampu menenun sarung yang sebagian besar dilakoni masyarakat.
Mendung mulai terlihat di makassar, aku teringat kembali bagaimana banjir kemarin telah merusak lebih 4000 rumah di Wajo juga beberapa nyawa yang melayang dan tanaman padi yang terendam air.
Banjir benar-benar datang kembali. Untung tak separah dulu. Anak-anak kecil berteriak kegirangan mereka bisa kembali berenang sepuasnya. Mengelilingi kampung dengan perahu. Mereka masih kecil untuk mengerti betapa susahnya banjir buat orang tua mereka.