Tuesday, June 11, 2013

Gua Batu Hamil (Leang Batu Tianang)

“ini bawakaraengnya salenrang” demikian Dg.Rumpa bercerita tentang Bulu Barakka. Barakka artinya berkah. Bukit itu menjadi salah satu kawasan penopang Salenrang. Karst mampu menyimpan air, hingga kebutuhan air bersih masyarakat selalu terpenuhi. Di bulu barakka sungai pute mengalir hingga selat makassar. Sungai yang mempunyai lebar 5 – 10 meter. Melintasi kawasan karst tersebut lebih indah dari atas jolloro atau lepa-lepa. Dg.Rumpa berjanji akan membawa kami berkeliling menggunakan perahu jolloronya jika kami datang lagi. Tapi perahunya hanya bisa muat untuk 3 orang.
Dg Rumpa, salah satu tetua kampung di dusun rammang-rammang Salenrang. Usianya telah beranjak tua, namun beliau masih kuat memanjati bukit karst tanpa menggunakan pengaman apapun. Beliau menemani kami berkeliling.   Mencari gua dengan lukisan purbakalanya.
Leang batu tianang namanya. Kudengar semalam. Namun, lidahku tak pernah  bisa fasih menggunakan bahasa makassar. Maka kutanyakanlah artinya. Leang dalam bahasa indonesia berarti gua, sedangkan tianang artinya hamil. Gua batu hamil, itulah yang mampu kusebut untuk menunjukkan kemana aku memulai petualangan kecil hari ini. Minggu selalu menyenangkan  untuk itu. Dari kak Iwan salah seorang anggota OPA TRANS kudapat informasi , masyarakatnya menyebut batu hamil karena batunya terus bertambah besar. Batuan tersebut merupakan stalagtit yang masih hidup, maka wajar jika besarnya akan terus bertambah. Aku sadar itulah alasan hingga namanya menjadi Leang Batu Tianang.

Letaknya di Desa salenrang yang memang memiliki kawasan karst yang cukup luas dan bagus. Terhitung karst kelas I, walau sampai hari ini belum ada pengklasifikasian kawasan karst yang diadakan pemerintah.  Memasuki Salenrang kita akan menemukan dinding-dinding karst sepanjang jalan. Teratur dan indah, di sela-sela  area persawahan. Masyarakat Salenrang sedang menuai padi. walau, hasil panen tak lagi seperti dulu. Hasil panen mereka telah berkurang lebih dari separuhnya. Sejak revolusi hijau dicanangkan Soeharto masyarakat berbondong-bondong menggunakan pupuk untuk meningkatkan produksi beras mereka. Hasilnya kesuburan tanah telah berkurang.

Leang batu tianang merupakan gabungan gua dan ceruk yang terletak disisi selatan kaki bukit karst Bulu Barakka’. Kendaraan umum bisa sampai kesana. Jaraknya tak terlalu jauh, kurang lebih 1 km. Menurut cerita Dg.Rumpa, salah satu tetua desa tersebut. Pusat desa salenrang terletak disisi bulu barakka’. Ditempat itu juga terdapat sebuah pekuburan tua. Saat berada di kaki gunung tersebut, beberapa kendaraan pesiarah ramai. Selalu seperti itu jelang ramadhan. Bulu barakka terletak 6 Mdpl di atas permukaan laut. dari salenrang, bulu barakka gampang ditemukan. Bukit tertinggi di kawasan itu. Leang batu tianang memili dasar gua yang berbentuk kekar tiang (Columnas Joint) dengan tinggi jarak antara lantai dan atap gua sekitar 20 meter.
Untuk sampai dimulut gua kami harus berjalan kaki beberapa menit. Tak cukup untuk mengeluarkan keringat. Leang batu tianang tak terlalu dalam, namun kita harus memanjati karst setinggi 2 hingga 3 meter. Kemudian dengan berbungkuk dan merangkak menelusuri tepian bebatuan yang penuh dengan lukisan sederhana karya manusia purba. Ada gambar perahu, anak-anak yang bergandengan tangan, gambar tangan. Lukisannya berwarna merah, dan tak bisa terhapus. Dg Rumpa bahkan pernah menggunakan sikat dan detergen untuk membersihkannya, tapi gambar itu tetap disana. Gambar itu tetap bersembunyi dibalik bukit-bukit karst. Disekelilingnya juga kami temukan kulit-kulit kerang yang mulai merapuh. Sangat banyak pada beberapa titik. Tidak hanya satu tapi ada beberapa jenis. Mungkin mereka pernah hidup disini. 
Puas mengambil gambar, kami berpindah ke tempat lain. Menurut Dg. Rumpa ada satu gua yang didalamnya ada tulisan lontara, bertuliskan empat nama. I Baso, I Lele, I Tola, dan I Abo. Beliau mengira itu mungkin sebuah ramalan. Aku berpikir mungkin orang-orang itu adalah mereka yang berkunjung ke gua itu. Manusia purba belum mengenal tulisan, mereka mengekspresikan diri lewat lukisan yang banyak kita jumpai di kawasan Taman Nasional Bantimurung-bulusaraung. BP3 Makassar bahkan menginventarisir 88 gua pra sejarah sepanjang Maros-Pangke,  35 gua di Pangkep dan 53 gua di maros.
 Pembentukan kawasan karst salenrang , di bentuk dari bukit-bukit gamping pada masa oasen awal hingga miosen tengah dan terjadi di dasar laut purba. Adanya pengaruh tektonik yang disertai meletusnya gunung api purba mengakibatkan terjadinya pengangkatan bukit-bukit gamping yang telah terbentuk di dasar laut. kegiatan pengangkatan ini diperkirakan berlangsung sejak masa miosen akhir sampai paliosen (Sunorto, 1997).

Senang rasanya bisa mengunjungi tempat itu, walau bukan rekreasi. Kawasan karst sepanjang Maros- Pangkep telah dilirik oleh pengusaha baik skala lokal maupun nasional. Di Salenrang pun telah ada perusahaan yang akan membangun pabrik marmer. Mereka akan menambang karst untuk memperkaya diri. Dan tak lama lagi taman batu yang menjadi dinding salenrang akan berganti dengan kubangan-kubangan sisa tambang.
Selalu ada waktu untuk melanjutkan perjalanan…