Tuesday, June 11, 2013

Namanya Sari Noviati

Tiba-tiba pagi ini aku sangat merindukannya…
Namanya Novi, kukenal ia sejak tahun pertamaku di Makassar. Kami tidak satu kampus. Ia kuliah di salah satu kampus tetangga kampusku. Novi berteman baik dengan sahabatku, mereka kuliah di jurusan yang sama. Kuliah pada jurusan elektro program studi listrik, hanya ada lima perempuan pada kelasnya, dan mereka tangguh-tangguh. Termasuk Novi, ia salah satu perempuan kuat yang pernah saya kenal.
Novi merupakan perantau, nenek dan adik laki-laki satu-satunya tinggal di Semarang, sedang ibunya sejak dulu menetap di Jakarta. Novi ikut sepupunya di Makassar, sejak SMP. Selain sekolah ia akan membantu sepupunya mengurusi restoran miliknya. Novi sangat jago masak. Ia selalu menjadi koki yang hebat. Tak heran, ketika bersamanya Novi membuka catering kecil-kecilan. Pelanggannya tentu mahasiswa yang biasa punya  hajatan.
Tahun kedua kuliah, karena sesuatu hal sepupunya harus kembali ke Jakarta. Terpaksa Novi harus mencari rumah lain untuk tinggal. Nah, cerita ini bermula dari sana. Bersama beberapa teman kuliahnya, kemudian menyewa rumah yang kami namai Villa teknik. Ceritaa ini bukan tentang Villa teknik. Suatu hari saya akan bercerita tentang rumah itu. Sekarang saya ingin melepas kerinduanku pada sahabat baikku dengan menulis tentangnya.
Novi, perempuan keras, yang selalu membukakan pintu untukku ketika rumah lain telah tertutup, atau ketika tubuhku sangat membutuhkan tempat untuk merebahkan diri sejenak.
Sekarang Novi tak lagi di Makassar, ia kembali ke Jawa begitu selesai. Awalnya bekerja pada salah satu kantor swasta di Bandung. Sekali waktu aku pernah mengunjunginya. Raut wajah yang tak berubah, tegar , lembut dan keras. Ah, ia salah satu anugrah terindah untukku. Sahabat terbaik yang tak bisa terhapus jejaknya.
Ada banyak cerita tentangnya. Perempuan yang selalu berbagi untukku. Pernah, kami betul-betul sangat miskin, sepeserpun tak ada uang di kantongku. Hari itu Novi memiliki uang 30.000 seingatku, ia berikan setengahnya untukku. Aku sempat menolaknya, namun ia kukuh membaginya untukku. Katanya aku sering diluar, sementara ia menetap di rumah. Aku akan membutuhkan uang itu. Padahal hari itu rumah sedang sepi, sebagian penghuninya menikmati liburan di kampong. Kali lain, kudapati ia bangun menyelimutiku. Aku tak pernah melupakan moment itu. Aku terkadang sangat malas bangun tengah malam untuk mencari selimut, sekalipun dingin sangat menusuk. Novi melakukannya untukku. Ia merelakan kantuknya untuk mencarikan selimut dan menutupi tubuhku yang meringkuk kedinginan.
Novi telah memiliki gadis kecil, gadis yang aku yakin akan tumbuh sekuat ibunya. Gadis yang akan mewujudkan segala mimpi ibunya. Tuhan telah menjawab doa-doanya, memberikan cinta yang pernah ia ikhlaskan.