Wednesday, September 17, 2008

Bikin Hancur Pendidikan

Kamis,11 september 2008
Akhirnya kuliah hari ini usai sudah. Setelah dosennya keluar, aku juga meninggalkan kelas itu. Tak ada lagi yang membuatku bertahan lama ditempat ini. Tak ada teman, lagi pula telah waktunya memenuhi panggilan Tuhan. Samar…tapi membuatku lebih kuat memilih kembali ke PKM. Dari jauh salah satu petinggi lembaga kemahasiswaan menghadiahkan senyumannya. Tepat di depanku ia berhenti. Pertanyaan biasa ketika lama tak bertemu seseorang.
“gimana kabarnya, kanda?” panggilan yang mulai terasa aneh bagiku.
“biasa aja”
Akhirnya menemaninya cerita. Ia menanyakan aktifitasku di luar kampus. tak ada jawaban yang pasti. Aku tak punya kesibukan akhir-akhir ini, selain menghabiskan waktu di taman belakang Pers.
Ia bercerita tentang BLU yang tak lama lagi akan diterapkan, juga bertanya padaku, kenapa tidak bias menerima BHP.
Aku tak pernah sepakat dengan BHP. Seperti plesetannya kawan-kawan BHP itu Bikin Hancur Pendidikan. Apa yang bias aku dapat dari BHP selain perasaan jengkel dan marah karena sekian banyak orang yang tak lagi bias sekolah. Teringat ade’ku yang ketiga. Waktu pulang awal puasa kemarin, giliran dia yang mengeluh semakin tingginya pembayaran SPPnya, belum kewajiban membeli buku paket dari guru. SPPnya sekarang hamper sama dengan SPP mahasiswa UNHAS non Exact. Diluar pungutan-pungutan lainnya. Anak tetanggaku juga tak jadi melanjutkan sekolah karena membayangkan tak akan mampu membiayai pendidikan anaknya. Kalau demikian pendidikan itu untuk siapa???untuk orang-orang berduit, untuk pejabat , untuk mereka yang berkuasa.
Menurut gadis itu. Sudah saatnya kita menerima BHP, untuk urusan lainnya kita harus mencari jalan keluar agar semuanya bias terwadahi. Katanya perjuangan menolak setiap kebijakan pemerintah out tak akan membuahkan apa-apa. Hanya lelah dan cacian hingga mulut berbusa, namun tak aka nada yang peduli. Perubahan harus oleh banyak orang, tidak dari segelintir orang.
Pernahkah perubahan itu berjalan singkat. Indonesia butuh 52 tahun untuk menumbangkan rezim Soeharto, bukan dalam waktu sehari, sebulan ataupun setahun. Dan haruskah kita berpangku tangan menunggu keajaiban dating. Esok pendidikan di Indonesia telah gratis. Esok tak ada lagi orang yang tak menikmati pendidikan karena ia miskin…
mimpi yang tak akan pernah ada…
Kalau setiap orang harus membayar mahal untuk pendidikannya, dan jika setiap orang tak lagi bias menikmati kekayaan di negerinya sendiri, tak lagi ada gunanya Pembukaan UUD 45 juga UUDnya sendiri.
Lantas apa yang menjadi dasar pembuat kebijakan itu, selain memberikan kepuasan bagi mereka karena melihat anak-anak itu menangis tak bisa menikmati pendidikan lagi…