Aku mengenal mereka. Belum
terlalu lama. Menulis cerita ini rasanya sangat berat. Hal pertama aku tak
mendengar cerita ini langsung dari mereka. Aku takut salah, tapi jika aku
salah, itu akan menjadi rasa syukur yang sangat besar. Kedua, hal ini terlalu
sensitive, aku tak hendak melukai siapapun.
Keluarga dengan enam orang anak
yang usianya tak terpaut jauh. Aku salah, belum melakukan apa-apa. Masih
bingung mencari jalan yan tepat agar mereka mau brcerita padaku. tapi biarlah
aku menulis ini, paling tidak membuatku lega dan bisa bernafas.
Yang bungsu menderita AIDS. Saya
mendengarnya dari teman. Beberapa kali
mendiskusikannya. Tapi belum ada hasil, bagaimana pendekatan yang dilakukan
agar mereka mau berbagi cerita. Tapi, aku belajar. Merasakan kehidupan mereka,
berpikir bagaimana kerasnya hidup yang dijalani.
Keluarga urban yang berasal dari
desa. Ada banyak di Makassar, tersebar diberbagai tempat. Tanpa tanah dan rumah
yang layak huni, sedang disamping tempat mereka berdiri gedung-gedung
bertingkat milik orang kaya. Keluarga yang mendapat hasil dari memungut
botol-botol bekas minuman orang-orang berduit.
Ada banyak kita temui di
Makassar. Pertama mendengar aku sangat shock, tentu saja. Siapapun yang
mendengarnya pasti akan melakukan hal yang sama.
AIDS (Acquired Immuno Deficiency
Syndrome) sebuah penyakit yang menyerang system kekebalan kita setelah terjangkiti
virus HIV dalam rentan waktu cukup lama. Lima hingga sepuluh tahun, atau
mungkin juga lebih. Penyakit yang hingga hari ini belum ditemukan obatnya.
Mungkin harus makan jintan hitam. Saya ingat pada salah satu bagian merk dari
obat herbal yang kadang saya konsumsi itu, ada hadist tertulis. Obat bagi
seluruh penyakit kecuali kematian.
Mungkin bisa menyembuhkan sakit ini.
Keluarga yang cukup besar. Pernah
saya berpikir, kenapa orang tuanya tak menghentikan proses reproduksinya
setelah mengetahui penyakit itu. Tapi, mereka bukan orang kaya yang bisa
melakukan chek up rutin tiap bulan untuk mendeteksi penyakit mereka. Mereka tak
mungkin berkunjung ke pelayanan kesehatan, seperti yang saya lakukan beberapa
bulan lalu. Bukankah pelayanan kesehatan tak pernah berpihak pada orang miskin.
Kesehatan selalu menjual jasa, dan siapa yang akan mampu membelinya.
Ini pelajaran penting. Bagaimana
kenakalan itu bisa menjadi bencana buat keluarga kita. Dengar cerita, dulu
ayahnya nakal. Menghabiskan banyak waktu bersama yang lain. Melakukan hubungan
tanpa pengaman. Tanpa menyadari resiko yang akan muncul. Ia menularkan penyakit
itu ke istrinya lalu ke anak-anaknya. Untung anak pertama mereka lolos. Menjadi
satu-satunya yang tak positive, dan suatu hari mungkin akan menjadi
satu-satunya penopang.
Beberapa hari lalu aku menangis
mengingat hal ini. Membayangkan bocah kecil tak berdosa harus menanggung
derita. Semua orang akan mati, dan kita tak pernah tahu seberapa lama umur
kita. Tapi ini bukan hanya hidup dan mati. AIDS bukan penyakit yang bisa
menular lewat udara. Virus HIV tak bisa bertahan lama di udara terbuka.
Penularannya lewat darah, lewat ASI, dan juga lewat cairan vagina atau sperma.
Bisa jadi juga lewat jarum suntik atau transfusi darah. Untuk anak-anaknya hal
yang palin mungkin adalah lewat ASI. Atau mungkin sejak dalam kandungan.
Penderita AIDS tidak boleh
dikucilkan, karena tak akan membuat sekelilingnya tertular dengan mudah.
Lingkungan tempat tinggal mereka mengetahui penyakit itu. Mereka menerima hak
tersebut. Mereka memberi ruang untuk tinggal bersama. Sementara kita
orang-orang yang berada di luar selalu jijik dan tak berempati. Kita tak pernah
peduli pada apa yang terjadi disekeliling kita.