Thursday, July 26, 2012

Mencari Tanah Baru


Kemarin aku ke Sekolah KAMI, Bersama Rahi. bukan untuk mengajar. Telah ada teman-teman yang selalu mengajar. Membagikan waktunya sejam dua jam untuk mengajar anak-anak di Sekolah KAMI. Aku hanya ingin berbagi cerita dengan warga. Beberapa hari lalu mereka mendapat instruksi. Sebelum lebaran rumah-rumah itu harus dibongkar. Pemilik tanah akan menimbung tanahnya setelah lebaran. Mereka akan mulai membangun. Mungkin membangun rumah-rumah kost. Sekarang memang marak, investasi jangka panjang rumah kost untuk mahasiswa yang tinggal dekat kampus. Dua kampus besar berada di dekat tempat tinggal pemulung. UNHAS dan Politeknik. Ada 13 rumah yang akan dibongkar. Rumah-rumah yang terbuat dari barang-barang sisa. Tripleks, bamboo, serpihan kayu, bekas spanduk.
Rumah-rumah itu, rumah para pemulung. Salah saru rumah baru seminggu berdiri. Satu rumah lagi baru sebulan berdiri. Selalu seperti itu. Mereka pasrah. Tak ada pilihan lain. Kembali ke kampong? Tak mungkin. Tak ada rumah dan tanah. Menetap di Makassar, satu-satunya pilihan bertahan hidup.
“Wulan mau pindah kemana?” aku bertanya pada salah satu anak yang sering belajar Bersama kami.
“ke dekat danau kak, di dekat penjual pulsa.” Katanya singkat.
Wah, bisa jadi masalah baru. Pindah ke dekat danau. Tak mungkin pihak Unhas memberi izin. Dg.Baha rencananya akan pindah ke dekat sumur dalam kompleks kuburan. “wah, tidak takut Pak. Aku saja kalau lewat malam disana kadang dumba’dumba” kataku padanya. Hanya ada sedikit pilihan katanya. Ada beberapa keluarga lain yang akan ikut pindah kesana. Alternative lain, mereka akan pindah ke dekat tempat sampat.
Ada banyak tanah kosong dekat UNHAS. Mereka merencanakan akan menghadap Pak RT untuk minta izin. Tapi lahan itu telah memiliki pemilik. Mencoba mengusahakannya pada banyak tempat. Tapi pemiliknya tak ingin ada bangunan diatas tanah mereka.  
Tanah telah dikapling-kapling. Bukan hanya satu orang. Sebidang sawah bisa jadi memiliki dua sertifikat hak milik. Hampir semua tanah di Makassar bersengketa. Telah dimiliki pengusaha dan orang-orang berduit. Ntah bagaimana caranya tanah yang rawa-rawa mempunyai pemilik.  Tanah yang ditempat Dg.Paso sampai sekarang belum ada kejelasan. Aku pernah menulis soal itu.
Dua hari yang lalu mereka ke Rektorat. Delapan warga Bersama Rahi. Mama’ bercerita. Ada yang mengira mereka mau minta sembako. Sebagian yang lain berpikir mereka akan demo. Mereka risih dan malu. Walau memulung mereka pantang meminta.
Pertemuan dengan beberapa warga hari itu, tak member banyak pilihan. Satu-satunya tanah yang bisa dipinjam adalah milik Dg.Gaffar, bos mereka. Syaratnya satu harus ada pemulung dalam rumah tersebut. Saya lupa cerita, sekarang tak semuanya memulung. Beberapa orang telah beralih jadi cleaning service di UNHAS dan Rumah sakit. Namun tanah berukuran 20 x 10 meter itu telah ada 3 rumah yang berdiri, empat dengan Sekolah. Jika itu pilihannya, semua bangunan itu harus dibongkar dan ditata ulang. Tak boleh ada yang dirugikan. 
 Tamalanrea, menjemput senja Ramadhan
24 juli 2012