Sejarah Perjuangan Serikat Tani Polongbangkeng
Tinggal
dua hari Musyawarah besar II Serikat Tani Polongbangkeng akan dimulai. Aku
terlambat berangkat. Beberapa kawan telah duluan kesana. Mempersiapkan
kelengkapan Mubes II Serikat Tani Polongbangkeng. Sabtu malam aku berangkat.
Berada ditengah petani adalah hal terbaik untuk mengembalikan semangat. Ibu-ibu
dengan ribuan semangat juang. Wajah-wajah tua yang seharusnya istirahat di
rumah, namun selalu penuh semangat memperjuangkan tanah. Tanah mereka di rampas
PTPN XIV sejak puluhan tahun lalu, jauh sebelum aku lahir.
Aku
akan sedikit bercerita tentang Sejarah perjuangan rakyat Polongbangkeng.
Harusnya diceritakan sejak awal. Tapi sebenarnya tidak juga, sejak tahun 2009
bersama beberapa lembaga dan individu telah berada disana.
Sejak
tahun 1942 rakyat Polongbangkeng telah mendiami tanah-tanah yang ada disana.
Mereka menggarap,dan mengolah tanah sejak dulu. Bahkan ditahun 1980 mereka
telah mendapatkan surat pengakuan hak dari pemerintah. Rakyat Polongbangkeng
mayoritas petani, yang hidup dari tanah nenek moyang mereka.
Ah,
cerita sejarah akan ada banyak angka yang kita lihat. Di tahun 1974 mulai
tersebar informasi akan adanya rencana untuk membangun perkebunan di
Polongbangkeng. Perkebunan tebu. Isu ini tersebar di masyarakat. Tak butuh waktu lama, empat tahun setelah itu
di tahun 1978 sebuah surat lahir dari Bupati Takalar. SK pemberian izin kepada
PT Madu Baru untuk melaksanakan rencana pembangunan perkebunan. Pada saat yang
pula ditetapkan adanya pemberian ganti rugi Rp. 10,-/ meter persegi. Ini
keputusan sepihak yang dikeluarkan pemerintah. Masyarakat menolak dan tetap
menggarap lahan mereka. Berbagai upayapun dilakukan untuk mewujudkan perkebunan
tebu tersebut. Berbagai intimidasi telah diterima rakyat Polongbangkeng, namun
itu tidak menyurutkan perjuangan mereka.
Pada
tahun 1980 PT. Madu Baru mengundurkan diri, selanjutnya perkebunan tebu
tersebut diambil alih oleh PTPN XIV. Bentuk intimidasi tetap terjadi. Upaya penolakan
masyarakat tetap terjadi. Ganti rugi sebesar Rp.60,- permeter persegi kembali
ditolak masyarakat. Akhirnya PTPN XIV mengumumkan bahwa uang ganti rugi yang
diberikan itu sebagai biaya sewa tanah selama 30 tahun. Akhirnya masyarakat
menerima dengan paksa.
Beberapa
peristiwa berdarah telah terjadi. Telah ada beberapa nyawa yang harus hilang
karena konflik PTPN XIV. Di tahun 2008 terjadi insiden Pakkawa, dua orang kena
tembak dan beberapa lainnya terluka. Penangkapan pun terus terjadi. Pada 15
juli 2009 kembali terjadi insiden. 2 orang petani harus ditahan di Polres
Takalar. Rakyat Polongbangkeng cemas dan mencekam.
Pada
tahun yang sama setelah beberapa organisasi mendampingi rakyat Polongbangkeng.
Mahasiswa, LBH Makassar, WALHI Sulsel dan beberapa organisasi lainnya. Atas kesadaran
rakyat menyatukan diri mereka dalam sebuah organisasi yang diberi nama Serikat
Tani Polongbangkeng (STP) Takalar. STP dibentuk pada Mubes I di benteng Somba
Opu pada tanggal 30 Oktober- 1 November 2009.
Organisasi
ini terus berjuang hingga saat ini. Telah ada kurang lebih 400 anggota yang
bergabung didalamnya. Sebagian tanahpun telah kembali ditangan. Reclaiming bukan
sekali dilakukan. Ada ratusan hektar tanah yang telah di Tanami bahkan
dinikmati hasilnya.
Tiga
tahun lalu, kadang khawatir dan takut ketika memasuki kampong ini. Brimob bisa
kita temui di sepanjang jalan. Berjaga-jaga dengan senapan yang terselempang di
lengan. Beberapa kawan telah kena pukulan bahkan pernah ditahan aparat hukum.