Sunday, March 18, 2012

Aku tak akan kalah (1)

Ini kisah tak menyenangkan, bukan untuk berbagi keluh, tapi agar kita sama-sama belajar. Pengalaman selalu menjadi guru yang baik, dan ini pelajaran berharga untukku, setelah segala teori yang kudapat dari bangku kuliah, atau buku-buku yang kubaca agar bisa berbagi ilmu dengan ibu-ibu di Barru dan anak muda penuh semangat di Sengkang.
Sejak mei bergabung pada program RCL, dan hal paling nyambung dengan teori kuliahku adalah pelajaran kesehatan reproduksi pada empat desa di kab.Pangkep dan Barru. aku juga belajar bersama 60 anak muda Sengkang pada sebuah pelajaran bernama Promosi Kesehatan.
Bicara kesehatan reproduksi pada kondisi pedesaan adalah hal yang sangat tabu. Berbicara bagaimana system reproduksi perempuan bekerja. Perempuan dan laki-laki, saling melengkapi. Perbedaan seks yang semua orang tau, tak perlu dijelaskan panjang bagaimana seorang laki-laki dan perempuan berbeda, atau apa perbedaan diantara keduanya. Bertanya gender atau seks pada Om Google, akan ada daftar panjang tulisan yang bisa kita buka.
Jadi aku tak perlu menjelaskan tentang hal itu. pada ibu-ibu pun demikian, mereka bisa membedakan sendiri. Mereka tau ketika anak gadis telah mengalami haid pertamanya maka mereka telah bisa melahirkan anak.
System reproduksi bermula ketika kita memasuki tahap pubertas, demikian kujelaskan pada mereka. Mendengar kata puber, mereka tau satu hal, pada masa itu anak mereka jatuh cinta, menyukai lawan jenisnya. Itu satu-satunya hal yang mereka tangkap. Padahal tahap pubertas tak sekedar ketika gadis mulai jatuh cinta.
Aku ingat seorang gadis 15 tahun yang ikut Sekolah perempuan tersipu malu-malu ketika aku membahas masalah ini. Pernah juga sekali aku bercerita pada etta tentang aktifitas yang kulakukan di Barru, belajar kesehatan reproduksi bersama ibu-ibu. Beliau menegurku, katanya apa aku tak malu membicarakan hal tersebut, padahal etta yang tak ikut Sekolah tersebut malu mendengarnya,hehehe…. Aku pernah merasakannya ketika kuliah. Merasa malu membicarakan tentang tubuh kita didepan orang banyak. Beberapa tahun lalu aku ikut Baksos Korpala di desa Erelembang, (aku juga menulis tentang hal tersebut). Waktu itu seorang ibu bertanya padaku, bayinya tak mau menyusu padanya, sementara mau menyusu pada perempuan lain. Ibu itu sangat sedih. Aku menjawabnya malu-malu dengan muka memerah.
Sebenarnya ini bukan ini yang hendak kucerita,hehehe…
Sekarang telah masuk bulan kedua, tubuhku sangat tak bersahabat. Terkena sedikit hujan dan cuaca dingin akan membuatku flu dan batuk akan mengganggu selama beberapa minggu. Payahnya batuk tak hanya membuat tidurku tak nyenyak, tapi mengganggu orang-orang yang ada didekatku. Sangat tidak enak. Sejak dulu, aku tak pernah peduli dengan tubuhku, apalagi hanya demam dan flu. Itu tak pernah mengganggu aktifitasku. Buatku kedua penyakit ini hanya angin lalu yang akan lewat dengan sendirinya. Hal ini membuatku tak peduli jika teman-temanku mengalami hal yang sama. Padahal setiap orang berbeda. Sekali waktu pacar sahabatku marah besar, aku sahabat yang tak peduli katanya. ketika sahabatku sedang demam, aku menganggapnya hal biasa, tak menanyakan keadaannya, apalagi menjenguknya. Kalau mengingat hal ini, aku akan minta maaf dalam hati.
Bertahun-tahun aku tak pernah mengkonsumsi obat-obat kimia. Aku tak ingin bergantung pada obat-obatan ketika sakit. Aku selalu membiarkan penyakit sembuh dengan sendirinya. Selain itu aku selalu berpikir sehat atau sakit adalah sugesti. Tetap saja aku merasa tubuhku baik-baik saja.

18 Maret 2012
pagi pertama setelah membaca kertas itu